Penyelidikan awal menyebutkan, tambang batubara yang sembrono telah merusak sistem air bawah tanah dan menyebabkan lubang serupa gua di tanah terbuka dan sungai. Dailymail.co.uk
TEKNOLOGI ,
Jakarta - Keluarga korban lubang tambang mengadukan beberapa perusahaan tambang batu bara di Samarinda, Kalimantan Timur, kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Beberapa perusahaan yang dimaksud membiarkan lubang bekas tambang tetap menganga meski sudah tidak lagi berproduksi.
“Sudah sekitar tiga tahun lamanya dibiarkan,” kata Rahmawati, 37 tahun, ibu salah satu korban lubang tambang, di kantor Komnas HAM, Jakarta Selatan, Rabu, 25 Februari 2015. Karena pembiaran lubang itu, anak laki-laki Rahmawati bernama Muhammad Raihan Saputra, 10 tahun, menjadi korban.
Siang pada 22 Desember 2014 itu, Rahmawati bercerita, Raihan sedang bermain dengan teman sebayanya di dekat lubang tambang yang terletak di Desa Sempaja Selatan. Lubang tersebut terletak sekitar lima ratus meter dari rumahnya. Tiba-tiba satu orang teman anaknya datang tergopoh-gopoh untuk memberitahukan bahwa Raihan tenggelam di lubang tambang.
Nahas, jiwa Raihan tak terselamatkan karena telatnya evakuasi. Tim Search And Rescue Kota Samarindah baru menemukan jasadnya tenggelam di kedalaman delapan meter pada sore hari. Lubang yang diperkirakan memiliki kedalaman 40 meter dan luas enam ribu meter persegi itu diduga lubang bekas tambang batu bara milik PT Graha Benua Etam (GTE).
Selain GTE, Rahmawati dan suaminya Misryansyah (36 tahun), mengadukan beberapa perusahaan lain. Yakni, PT Hymco Coal, PT Panca Prima Mining, dan PT Energi Cahaya Industritama.
Sebelum Raihan, beberapa lubang bekas tambang batu bara yang diduga milik beberapa perusahaan tersebut telah merenggut delapan korban. Rentetan insiden ini terjadi sejak Juli 2011. Saat itu korban tewas mencapai tiga anak. Raihan merupakan korban yang terakhir tercatat.
Jumlah korban tersebut kemungkinan akan bertambah, mengingat sebagian besar dari 150 lubang bekas tambang batu bara di Samarinda tak ditutup meski sudah tak lagi memproduksi batu bara. Padahal, pemerintah mengharuskan menutup lubang tambang selambat-lambatnya 30 hari setelah tak ada kegiatan produksi di tambang.
Selain itu, jarak lokasi sejumlah lubang tambang tersebut tak sesuai dengan indikator ramah lingkungan yang ditetapkan pemerintah. Yakni, berjarak minimal 500 meter dari pemukiman warga.
“Banyak lubang bekas tambang perusahaan yang tak memenuhi persyaratan tersebut,” ujar Merah Johansyah, koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur, lembaga swadaya masyarakat yang menemani Rahmawati ke Komnas HAM.
Selain ke Komnas HAM, JATAM bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia dan Change.org mengantarkan Rahmawati mengadukan tingkah laku perusahaan-perusahaan tersebut ke beberapa lembaga pemerintah. Di antaranya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak.
Misryansyah meminta seluruh lembaga pemerintahan tersebut dapat mengambil tindakan cepat agar tak ada lagi korban. Misalnya, kata dia, dengan segera menutup lubang bekas tambang. “Cukup anak kami dan delapan anak lainnya saja yang jadi korban,” kata dia. Permintaan orangtua Raihan ini didukung lebih dari 10 ribu orang melalui laman situs Change.org.
Menteri LHK Siti Nurbaya menyatakan siap mengambil tanggungjawab tersebut. Dia bersama timnya akan segera turun ke lapangan untuk dapat mengambil langkah-langkah yang tepat. “Kasus ini bisa dijadikan pintu masuk pembenahan lingkungan tambang,” ujarnya saat menerima kunjungan Rahmawati di kantornya, kemarin.
Baca Selengkapnya:
Techno: Korban Lubang Tambang Adukan Perusahaan Batu Bara